Dafa dan Dua Bendera

Sore sudah beranjak di sebuah pameran pendidikan di Jakarta ketika itu. Saya menatap sekeliling sambil tetap berada di salah satu booth. Cukup banyak yang hadir dan memenuhi ruangan besar yang terdiri atas booth dari berbagai universitas dan pusat pendidikan luar negeri. Kebanyakan mereka adalah siswa SMA internasional yang datang bersama orang tuanya serta para mahasiswa yang berburu beasiswa dari institusi pendidikan di luar negeri. Dalam keadaan ramai itu tiba-tiba lampu meredup dan mati. Kegelapan langsung menyelimuti pandangan hadirin yang sedang ada disana. Kaget. Tetapi dalam keributan kecil itu, ada sosok anak laki-laki yang memamerkan senyum dan cengirannya. Awalnya kami tidak mengerti tapi lama-lama kami tahu kalau anak kecil itulah yang menjadi penyebab gelapnya ruangan pameran itu. Dia dengan kenakalan kecilnya mengubah kontak lampu untuk posisi off.

Tidak kapok dengan ulahnya yang sempat membuat heboh, si anak kecil chubby dengan kacamata tadi pun kembali berbuat ulah. Dia berlari mengelilingi booth yang ada dan sesekali bermain dengan properti yang ada di pameran. Properti yang sangat ia senangi adalah dua buah bendera (Indonesia – Amerika Serikat) yang disematkan dalam satu tempat. Properti tersebut berada di booth tempat saya berada. Ia tampak senang membawa bendera-bendera itu sambil sesekali memainkannya di satu sisi meja. Karena khawatir kehilangan properti dua bendera kecil tersebut, salah satu teman saya dengan sangat sopan meminta kembali benda itu untuk disimpan di meja kami. Namun si gendut kecil kacamata ini tetap tidak bergeming dan kembali mencari dimana kami menyembunyikan dua bendera itu. Padahal orang tuanya juga beberapa orang lain sudah mengingatkan untuk tidak mengambil apapun yang bukan miliknya.

Keributan kecil soal bendera hilang sebentar. Si gendut bersama orang tuanya sudah tidak terlihat di sekitar kami. Saya pun bernafas lega karena tidak perlu lagi main petak umpet menyembunyikan bendera-bendera itu. Tapi ternyata kelegaan saya tidak berlangsung lama. Tiba-tiba dari sisi kanan saya, si jahil menggemaskan ini sudah tampak lagi dan segera tangannya mencari-cari benda favoritnya itu. Akhirnya saya pun kembali adu strategi dan kecepatan dengan anak itu. Hingga akhirnya saya mengeluarkan jurus andalan.

Di: Duuh, ade… Nama kamu siapa sih?
Da: Dafa
Di: Dafa mau ga di-foto?
Da: Mau!! Aku kadang suka d-foto.
Di: Oke, sebentar ya, kakak ambil hp dulu. (sambil pelan-pelan menyembunyikan bendera di tempat yang aman). Naah, siap ya. 1-2-3..! Nih, udah jadi.
Da: Lihat. Waah, bagus gambarnya.
Di: Iya, bagus. Namanya Dafa siapa?
Da: Muhammad Zulfikar.
Di: Muhammad Zulfikar Dafa. Bagus namanya..
Da: Salah.. kebalik. Dafa Muhammad Zulfikar.
Di: Oo, iya deh, Dafa Muhammad Zulfikar.
Da: iya, gitu. Eh, udah dulu ah. Udah dateng tuh. (terlihat orang tua Dafa menghampiri booth kami sambil tersenyum).

Fiuh, akhirnya selesai juga bermain umpet-umpetan bendera dengan si kecil Dafa. Merepotkan namun agak menyenangkan. :mrgreen:

Laki-Laki Silahkan Duduk, Perempuan Silahkan Berdiri

Transportasi merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi masyarakat khususnya warga Jakarta. Meskipun bus atau angkutan umum yang dioperasikan sudah tua, usang, tak layak, namun warga tetap bergantung pada keberadaan transportasi. Ditambah lagi situasi bus yang selalu penuh dan jalanan yang macet sehingga membuat suasana semakin tak nyaman. Dan lagi-lagi warga tak punya banyak pilihan.

Seperti yang saya ungkapkan diatas, suasana dalam angkutan umum selalu tidak nyaman, apalagi jika kondisinya sedang dalam keadaan penuh dan berdesak-desakkan. Jika hal ini sudah terjadi maka para penumpang hanya bisa pasrah menunggu hingga sampai ke tempat tujuan. Tetapi biasanya, kalau sudah begini ada beberapa tipe penumpang yang dirugikan; perempuan, lansia, ibu hamil, anak-anak. Biasanya, para penumpang menjadi lebih egois untuk urusan angkutan umum. Kebanyakan mereka memikirkan dirinya sendiri, apakah saya dapat tempat duduk, nyamankan kursinya untuk saya, dsb. Mereka jarang berpikir untuk menyerahkan tempat duduknya jika datang penumpang yang termasuk dalam daftar dipersilahkan duduk. Dan ternyata kebanyakan yang egois ini adalah laki-laki. No offense ya, alias bukan maksud menyalahkan atau menuduh atau menyudutkan, namun fakta yang sering saya lihat seperti itu. Bisa lihat foto yang saya ambil di transjakarta tadi sore (23/6) dibawah ini:

P23-06-10_17-11 Baca lebih lanjut

Kenapa Susah Tertib?

tulisan semi-curhat ini saya dedikasikan untuk temaP3190025n-teman FM (bukan Fadhilatul Muharram :mrgreen:) yakni kependekan dari FOCUS MANAGEMENT, calon perusahaan besar dari angkatan 2004 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (aamin). disamping ini saya pampang gambar mereka ah, lumayan, biar kerennya kelihatan (yang gambarnya gak ikut dipampang, jangan marah ya 😉 ) Baca lebih lanjut

Diomelin OB

P3010146intermezzo: sebelumnya, saya mau pamer dulu ya (boleh kan :mrgreen:). hari ini senang banget, saya bisa menemukan sandal jepit pujaan saya. yap, akhirnya saya bisa juga ketemu dengan sandal jepit hitam merk ANDO di Ceria Mart di dekat rumah. beruntung, sandal jepit yang warna hitam masih tersisa satu, jadi kesempatan itu tidak saya sia-siakan, langsung saja saya ambil dan bayar di kasir. thx God for this. 🙂

***

kejadian ini saya alami di Malang, tepatnya di Gedung Dome Universitas Muhammadiyah Malang. ketika itu saya bertanya kepada seorang OB (Office Boy) Gedung Dome mengenai arah sebuah Gedung.

Dila (D): Mas, mau nanya. Gedung A dimana ya?

OB: oh, disana mba. mba jalan aja lurus ke arah timur.

D: TIMUR, Mas? aduh, maaf, saya ga ngerti arah mata angin.

OB: TIMUR, mba. TIMUR. masa ga tau arah timur sih?

D: *menggeleng dengan wajah polos tanpa dosa*

OB: Ya ampuuun, mbaaa! masa ga tau sih!! *OB tsb menjedukkan kepalanya ke salah satu pilar Gedung Dome pelan-pelan*

D: *melihat OB takjub. apa gak sakit kepala dijedukkin begitu?* Mas jangan gitu dong. saya emang ga tau.. *wajah Dila sudah memerah*

OB: Mba gini,, matahari terbit dari mana? dari Timur kan. Sekarang mba menuju arah matahari. pokoknya kesana, lurus aja. nanti kalo nyasar, tanya lagi. oke?

D: makasih ya, Mas. *tersenyum manis sambil meninggalkan OB yang masih menggelengkan kepala dibelakang*

Haha… Lucu betul ya nasib Dila ini. selalu ada saja yang bisa ‘ngomelin’ Dila. hatta seorang OB sekalipun. bukan ngomel sih sebetulnya, hanya memberi sedikit pelajaran. masalahnya masa Dila yang diketahui sebagai lulusan universitas kalah pengetahuan sama OB. :mrgreen:

oke, hikmah yang dapat diambil dari kejadian diatas ialah, kecerdasan seseorang tidak bisa diukur dengan gelar atau tingginya jenjang pendidikan yang kita dapatkan. siapapun dia, ketika bermanfaat bagi orang lain, bisa kita sebut sebagai sumber ilmu. tidak pantas bagi manusia untuk saling meninggikan kesombongan, karena tak akan ada gunanya. yang boleh memakai jubah kesombongan hanya Allah, Pencipta dan Pemilik seluruh jagad ini. 🙂