
- syal Indonesia yang bertengger di dual screen saya di desk di kantor.
Tulisan ini saya tulis berdasarkan momen AFF yang luar biasa dan tentang luar biasanya TimNas Indonesia dan seluruh rakyat Indonesia yang luar biasa cinta kepadanya. Jangan bete ya, karena saya akan menyisipkan sedikit kisah saya tentang bagaimana saya jatuh cinta kepada bola dan TimNas Indonesia.
Sebelum 1998:
Tiap sore saya selalu gabung nonton Liga Indonesia bersama kakek. Ketika itu saya belum suka dan tidak mengerti bola sama sekali, tetapi lucunya selalu sok ngerti dan sok tahu.
1998:
Euforia World Cup menggema di hati setiap orang, termasuk saya yang masih kelas 6 SD. Ketika itu saya yang masih berlangganan majalah BOBO, menemukan sebuah cerpen yang sangat bagus dan sangat motivatif di salah satu edisinya. Isi cerpennya menceritakan tentang kemenangan TimNas Indonesia melawan Italia di Final Piala Dunia dengan skor 5-0!!! Saya tahu itu hal yang kurang bisa dicerna secara logika mengingat TimNas Indonesia masih terus merangkak maju dan masih kalah secara kualitas dengan tim-tim Eropa. Namun tetap saja, saya merasakan haru dan bangga meski itu hanyalah khayalan. Ah tapi tidak, tidak akan menjadi khayalan terus menerus. Saya yakin Indonesia akan sejajar kualitasnya dengan mereka yang di Eropa. Semangat!! *Sayangnya majalah BOBO yang berisi cerpen itu sudah entah kemana sekarang. sampai sekarang saya masih suka dan teringat dengan euforia Indonesia dalam cerpen itu lho! 😉
Pasca 1998:
Kecintaan saya terhadap bola turun naik. Saya sempat mengikuti Lega Calcio selama beberapa musim, namun kini terhenti dan hanya mengikuti perkembangan pertandingan dalam kejuaraan-kejuaraan internasional saja. Saya juga sempat memiliki pemain favorit seperti Alessandro Nesta (Mantan Bek TimNas Italia), Oliver Khan (Mantan Kiper Jerman) dan Zinedine Zidane (Mantan Penyerang Perancis). Pada masa itu saya pesimis dengan Liga Indonesia. Saya mencelanya habis-habisan. Saya menghina manajemennya dan negara ini yang kurang perhatian terhadap nasib Sepak Bola di Indonesia. Intinya saya bukanlah supporter Indonesia yang baik ketika itu.
2010:
Tiba-tiba optimisme terhadap Indonesia pun membumbung tinggi seiring kemajuan permainan TimNas kita di Kejuaraan Piala AFF. Rasa nasionalisme dan persaudaraan begitu kuat saya rasakan. Saya bagai orang yang tengah jatuh cinta saja jika membicarakan TimNas dan sepak terjangnya. Sungguh indah rasanya. Namun tiba-tiba optimisme atas kemenangan Indonesia untuk menjadi juara di AFF buyar sudah mengingat fakta TimNas kita yang hanya mengumpulkan agregat 2-4 atas Malaysia. Tapi tidak, itu bukan berarti kehancuran kita kawan-kawan! Bukan! Justru itu adalah lecutan-lecutan untuk kita agar semakin maju dan semakin kuat. Dan atas dasar ini kesetiakawanan dan dukungan dari Rakyat Indonesia dari Merauke hingga Sabang pun terasa indah dan erat. Itulah kemenangan kita sebenarnya. Bukan soal angka, bukan pula soal uang dan juara apalagi prestise. Tetapi ini soal kemenangan atas hati rakyat Indonesia dan dunia yang mengakui ketangguhan TimNas Sepak Bola Indonesia! : )
Setiap kejadian entah menang atau kalah pasti memiliki hikmah. Dan saya mencoba menyimpulkan hikmah dari apa-apa yang saya pikirkan diatas tadi:
- Dengan adanya ini, semua orang termasuk yang tidak suka bola, yang sering menghina dina kualitas persepakbolaan Indonesia (termasuk saya), semua orang yang menjadi politikus dan pejabat negara bahkan koruptor, menjadi aware atas tangguhnya TimNas Indonesia. Persepakbolaan Indonesia harusnya didukung, bukan dicaci terus-terusan.
- Dengan belum diberi kesempatannya Indonesia menjadi juara di AFF, berarti menutup kesempatan para politikus yang ingin mencari untung dari menangnya TimNas Indonesia. Sebelumnya pada saat semifinal kita pun tahu ada salah seorang politikus, pengusaha dan pejabat negara yang mengundang TimNas untuk makan bersama di rumahnya dan memberikan berhektar-hektar tanah sebagai base-camp baru. Bukankah itu salah satu strategi cari muka namanya?
- Dengan belum diberi kesempatannya Indonesia menjadi juara kembali di AFF, berarti terbukanya kesempatan dari Allah untuk kita semua agar selalu merenung dan intropeksi. Jangan sampai lagi kita ‘ujub atau berbangga diri berlebih-lebihan. Sepertinya ada beberapa dari kita yang mengganggap enteng Malaysia. Padahal bola itu bundar seperti nasib yang berputar. Dan seperti itu pula masa depan yang belum kita bisa prediksi. Akhirnya Allah menunjukkan kekuasaan-Nya dengan memberikan kemenangan pada Malaysia dan membuat Indonesia bersabar untuk berlatih berbesar hati.
After all, teman-teman, bloggers, untuk menjadi pemenang sejati, kita tidak butuh angka dan piala apalagi uang, namun kita butuh kebesaran hati untuk aktualisasi dan orang-orang yang selalu memberi dukungan terhadap kita. Tetap semangat Indonesia. Tetap menjadi bangsa yang besar dan wibawa! Love Indonesia!