Parahnya Infrastruktur Dalam Negeri

Perbaikan sedang dilakukan di jalur busway di jalan Sudirman - Thamrin. Perbaikan ini dilakukan pada beberapa jalur. Namun sayangnya tidak berlangsung secepat yang diinginkan. (gambar: rakyatmerdeka.co.id)

Entah siapa yang harus dipertanyakan soal ini. Saya melihat banyak perbaikan jalan yang sedang berlangsung sepanjang saya melakukan perjalanan  rumah-kantor-rumah. Dan anehnya perbaikan-perbaikan tersebut belum selesai meskipun sudah dimulai sejak lama. Padahal masih banyak jalan yang rusak dan butuh penanganan. Entah dana yang kurang atau ada masalah lain, saya kurang mengerti. Namun hal ini menganggu pikiran masyarakat sekitar, khususnya yang tinggal di Jabodetabek. Ah, infrastruktur di pusat ibu kota saja masih kacau, bagaimana mau membangun infrastruktur di daerah-daerah terpencil? Sementara menurut kesaksian beberapa orang, pembangunan dan perbaikan infrastruktur akan berlangsung cepat jika ada kepentingan-kepentingan tertentu, semisal perbaikan jalan rusak di suatu daerah berlangsung cepat ketika ada pejabat yang akan berkunjung. Saya hanya bertanya-tanya apakah budget untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur memang sedikit sehingga tidak bisa dilakukan dengan cepat? Atau hanya dilakukan untuk kepentingan tertentu (baca: pejabat)? Oh, saya harap bangsa Indonesia memiliki infrastruktur (dan orang-orang di balik layarnya) yang semakin baik. Amin.

Hak Pejalan Kaki Yang Terkikis

Suatu sore di Ciputat saya berdiri di trotoar sambil memperhatikan jalan-jalan yang tak pernah berhenti macet. Volume kendaraan dan manusia seolah-olah tak ada habisnya di kota perbatasan Banten dan Jakarta Selatan itu. Tiba-tiba saya mendengar suara klakson berbunyi nyaring berulang kali. Saya mencari asal suara klakson yang mungkin saja berasal dari seliweran kendaraan yang ada di jalan raya. Tapi ternyata saya tidak menemukan sama sekali ada kendaraan yang sedang membunyikan klakson. Ternyata ketika saya menoleh ke sisi kiri trotoar ada sebuah motor yang pengendaranya sedang membunyikan klakson berkali-kali ke arah saya. Ya posisi berdiri saya memang menghalangi motor tersebut. Tapi sebenarnya siapa yang salah, siapa yang seharusnya ditilang, saya yang posisinya sudah benar di trotoar atau motor tersebut yang menyerobot hak saya sebagai pejalan kaki? Ah, seenaknya deh!

Sebagai pedestrian (pejalan kaki) sejati, saya melihat semakin hari hak-haknya semakin terkikis. Ketika ingin menyeberang di jalan raya yang tidak ada jembatan penyebrangan, pejalan kaki acap kali sulit menyebrang karena sering kendaraan menyalakan lampu tanda tidak ingin memberi kesempatan dan langsung tancap gas. Yang lebih parah, trotoar yang memang diperuntukkan bagi para pejalan kaki malah sering disalahgunakan. Menjadi warung makan misalnya, atau malah jadi jalan tambahan bagi bikers yang merasa kekurangan lahan jalanan. Baca lebih lanjut

Nurdin Halid Bertahan: Yes for GENTA, NO for Rakyat Indonesia!

Spanduk GENTA untuk Nurdin Halid Bertahan
Spanduk GENTA untuk Nurdin Halid Bertahan

Selamat pagi bloggers! Cuaca Rabu (5/1) pagi di Jakarta ini cukup dingin ya, karena memang hujan telah menyambangi JADEBOTABEK sejak pagi-pagi sekali. Makanya ngga heran tadi banyak warga Jakarta yang berseliweran mengenakan jaket dan switter sebagai pakaian tambahan sebagai penghangat tubuh. Tapi ketika hati terasa panas dingin ketika saya tiba di Shelter Busway Patra Kuningan. Badan yang sudah saya balut dengan jaket semakin terasa dingin. Bagaimana tidak dingin, begitu turun saya tak sengaja melihat sebuah spanduk merah terpampang yang mengatasnamakan GENTA (Gerakan Pendukung Timnas Indonesia). Spanduk tersebut berisi dukungan agar Nurdin Halid terus maju memimpin PSSI demi supremasi sepak bola Indonesia di mata bangsa lain.

Wow, apa-apaan ini? Batin saya terus teriak begitu. Baru pagi tadi saya menonton acara dialog di Metro TV soal pelarangan PSSI terhadap adanya Liga Primer Indonesia (LPI) yang kabarnya sampai diadukan ke pihak yang berwajib. Dan disana terdapat banyak penelpon yang masuk ke Metro TV untuk meminta Nurdin mundur karena kerja dia yang tidak becus. Ya jelas tidak becus. Bagaimana bisa kebijakan-kebijakan yang dia buat menjadikan kualitas PSSI semakin bobrok. Dan ternyata protesnya rakyat membuat dia berusaha bertahan dengan tameng-tamengnya. Salah satu contoh yang dijadikan tamengnya adalah spanduk tadi. Bisa dilihat gambarnya dengan jelas dibawah ini:

 

Nurdin Maju dari GENTA.
Spanduk dari dekat
Spanduk dari arah kiri
Spanduk dari arah kiri
Spanduk dari kiri bawah jembatan

Spanduk diatas yang mengatasnamakan GENTA sangat tidak mewakili suara dan hati rakyat Indonesia. Jelas-jelas rakyat semakin cerdas mengamati perkembangan kondisi sosial politik negaranya. Mungkin pejabat lupa bahwa rakyat sudah tak bisa lagi dibohongi. Rakyat Indonesia, dalam khususnya untuk bidang Sepak Bola semakin rindu manajemen liga yang fair dan tanpa tipu daya. Itulah salah satu alasan kenapa Liga Primer Indonesia didirikan. Anjas Asmara, mantan pemain Timnas, berkata dalam Dialog Metro TV yang tadi pagi saya tonton: “Saya mantan tapi saya sudah muak dengan ini semua.”

Jadi makin yakin dengan dukungan yang akan Nurdin peroleh dari rakyat Indonesia? Jawabannya: TIDAK MUNGKIN 3x (supporter Indonesia mode: on). Coba lihat spanduk-spanduk di bawah ini:

Ganyang Nurdin. Sumber: fajarhartono.co.cc
Ganyang Nurdin. Sumber: fajarhartono.co.cc
Thanks to Alfred But Not to Nurdin Halid (Sumber; fajarhartono.co.cc)

Thanks to Alfred But Not to Nurdin Halid (Sumber; fajarhartono.co.cc)

Tabloid untuk Tabok Nurdin Halid (Sumber: forum.detik.com)
Tabloid untuk Tabok Nurdin Halid (Sumber: forum.detik.com)
Ganyang Nurdin (Sumber: forum.detik.com)
Ganyang Nurdin (Sumber: forum.detik.com)

Ya, begitulah ceritanya. Rakyat Indonesia semakin cerdas dan tahu kemana mereka akan memberikan dukungan. Namun, tentu bukan tidak mungkin pintu perbaikan tertutup. Intinya, jika Nurdin Halid mencoba menjadi lebih baik, barangkali rakyat Indonesia akan dengan senang hati PSSI-nya dipimpin oleh dia. Itu jika dia tidak lagi bobrok lho ya.. Ingat Nurdin, PSSI milik Rakyat Indonesia. Timnas Indonesia pun milik rakyat Indonesia, bukan milik PSSI atau politisi atau mungkin perorangan apalagi yang namanya Bakrie itu. Blah. Uupss, sopan dong dila. :mrgreen:

Tentang TimNas Indonesia dan Cinta Saya Kepadanya :)

Indonesia
syal Indonesia yang bertengger di dual screen saya di desk di kantor.

 

Tulisan ini saya tulis berdasarkan momen AFF yang luar biasa dan tentang luar biasanya TimNas Indonesia dan seluruh rakyat Indonesia yang luar biasa cinta kepadanya. Jangan bete ya, karena saya akan menyisipkan sedikit kisah saya tentang bagaimana saya jatuh cinta kepada bola dan TimNas Indonesia.

Sebelum 1998:

Tiap sore saya selalu gabung nonton Liga Indonesia bersama kakek. Ketika itu saya belum suka dan tidak mengerti bola sama sekali, tetapi lucunya selalu sok ngerti dan sok tahu.

1998:

Euforia World Cup menggema di hati setiap orang, termasuk saya yang masih kelas 6 SD. Ketika itu saya yang masih berlangganan majalah BOBO, menemukan sebuah cerpen yang sangat bagus dan sangat motivatif  di salah satu edisinya. Isi cerpennya menceritakan tentang kemenangan TimNas Indonesia melawan Italia di Final Piala Dunia dengan skor 5-0!!! Saya tahu itu hal yang kurang bisa dicerna secara logika mengingat TimNas Indonesia masih terus merangkak maju dan masih kalah secara kualitas dengan tim-tim Eropa. Namun tetap saja, saya merasakan haru dan bangga meski itu hanyalah khayalan. Ah tapi tidak, tidak akan menjadi khayalan terus menerus. Saya yakin Indonesia akan sejajar kualitasnya dengan mereka yang di Eropa. Semangat!! *Sayangnya majalah BOBO yang berisi cerpen itu sudah entah kemana sekarang. sampai sekarang saya masih suka dan teringat dengan euforia Indonesia dalam cerpen itu lho! 😉

Pasca 1998:

Kecintaan saya terhadap bola turun naik. Saya sempat mengikuti Lega Calcio selama beberapa musim, namun kini terhenti dan hanya mengikuti perkembangan pertandingan dalam kejuaraan-kejuaraan internasional saja. Saya juga sempat memiliki pemain favorit seperti Alessandro Nesta (Mantan Bek TimNas Italia), Oliver Khan (Mantan Kiper Jerman) dan Zinedine Zidane (Mantan Penyerang Perancis). Pada masa itu saya pesimis dengan Liga Indonesia. Saya mencelanya habis-habisan. Saya menghina manajemennya dan negara ini yang kurang perhatian terhadap nasib Sepak Bola di Indonesia. Intinya saya bukanlah supporter Indonesia yang baik ketika itu.

2010:

Tiba-tiba optimisme terhadap Indonesia pun membumbung tinggi seiring kemajuan permainan TimNas kita di Kejuaraan Piala AFF. Rasa nasionalisme dan persaudaraan begitu kuat saya rasakan. Saya bagai orang yang tengah jatuh cinta saja jika membicarakan TimNas dan sepak terjangnya. Sungguh indah rasanya. Namun tiba-tiba optimisme atas kemenangan Indonesia untuk menjadi juara di AFF buyar sudah mengingat fakta TimNas kita yang hanya mengumpulkan agregat 2-4 atas Malaysia. Tapi tidak, itu bukan berarti kehancuran kita kawan-kawan! Bukan! Justru itu adalah lecutan-lecutan untuk kita agar semakin maju dan semakin kuat. Dan atas dasar ini kesetiakawanan dan dukungan dari Rakyat Indonesia dari Merauke hingga Sabang pun terasa indah dan erat. Itulah kemenangan kita sebenarnya. Bukan soal angka, bukan pula soal uang dan juara apalagi prestise. Tetapi ini soal kemenangan atas hati rakyat Indonesia dan dunia yang mengakui ketangguhan TimNas Sepak Bola Indonesia! : )

Setiap kejadian entah menang atau kalah pasti memiliki hikmah. Dan saya mencoba menyimpulkan hikmah dari apa-apa yang saya pikirkan diatas tadi:

  1. Dengan adanya ini, semua orang termasuk yang tidak suka bola, yang sering menghina dina kualitas persepakbolaan Indonesia (termasuk saya), semua orang yang menjadi politikus dan pejabat negara bahkan koruptor, menjadi aware atas tangguhnya TimNas Indonesia. Persepakbolaan Indonesia harusnya didukung, bukan dicaci terus-terusan.
  2. Dengan belum diberi kesempatannya Indonesia menjadi juara di AFF, berarti menutup kesempatan para politikus yang ingin mencari untung dari menangnya TimNas Indonesia. Sebelumnya pada saat semifinal kita pun tahu ada salah seorang politikus, pengusaha dan pejabat negara yang mengundang TimNas untuk makan bersama di rumahnya dan memberikan berhektar-hektar tanah sebagai base-camp baru. Bukankah itu salah satu strategi cari muka namanya?
  3. Dengan belum diberi kesempatannya Indonesia menjadi juara kembali di AFF, berarti terbukanya kesempatan dari Allah untuk kita semua agar selalu merenung dan intropeksi. Jangan sampai lagi kita ‘ujub atau berbangga diri berlebih-lebihan. Sepertinya ada beberapa dari kita yang mengganggap enteng Malaysia. Padahal bola itu bundar seperti nasib yang berputar. Dan seperti itu pula masa depan yang belum kita bisa prediksi. Akhirnya Allah menunjukkan kekuasaan-Nya dengan memberikan kemenangan pada Malaysia dan membuat Indonesia bersabar untuk berlatih berbesar hati.

After all, teman-teman, bloggers, untuk menjadi pemenang sejati, kita tidak butuh angka dan piala apalagi uang, namun kita butuh kebesaran hati untuk aktualisasi dan orang-orang yang selalu memberi dukungan terhadap kita. Tetap semangat Indonesia. Tetap menjadi bangsa yang besar dan wibawa! Love Indonesia!

Laki-Laki Silahkan Duduk, Perempuan Silahkan Berdiri

Transportasi merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi masyarakat khususnya warga Jakarta. Meskipun bus atau angkutan umum yang dioperasikan sudah tua, usang, tak layak, namun warga tetap bergantung pada keberadaan transportasi. Ditambah lagi situasi bus yang selalu penuh dan jalanan yang macet sehingga membuat suasana semakin tak nyaman. Dan lagi-lagi warga tak punya banyak pilihan.

Seperti yang saya ungkapkan diatas, suasana dalam angkutan umum selalu tidak nyaman, apalagi jika kondisinya sedang dalam keadaan penuh dan berdesak-desakkan. Jika hal ini sudah terjadi maka para penumpang hanya bisa pasrah menunggu hingga sampai ke tempat tujuan. Tetapi biasanya, kalau sudah begini ada beberapa tipe penumpang yang dirugikan; perempuan, lansia, ibu hamil, anak-anak. Biasanya, para penumpang menjadi lebih egois untuk urusan angkutan umum. Kebanyakan mereka memikirkan dirinya sendiri, apakah saya dapat tempat duduk, nyamankan kursinya untuk saya, dsb. Mereka jarang berpikir untuk menyerahkan tempat duduknya jika datang penumpang yang termasuk dalam daftar dipersilahkan duduk. Dan ternyata kebanyakan yang egois ini adalah laki-laki. No offense ya, alias bukan maksud menyalahkan atau menuduh atau menyudutkan, namun fakta yang sering saya lihat seperti itu. Bisa lihat foto yang saya ambil di transjakarta tadi sore (23/6) dibawah ini:

P23-06-10_17-11 Baca lebih lanjut