Sejuta Warna Dunia Mia
Judul Asli: A Mango Shape Space
Penulis: Wendy Mass
Penerjemah: Ferry Halim
Penerbit: Atria
Cetakan: I, Desember 2008
Tebal: 354 hlm
Well, akhirnya saya si orang yang awam akan buku ini kembali mengulas sebuah buku cantik. Kemarin di hari Sabtu, yang merupakan hari pertama saya leyeh-leyeh di rumah kami yang kecil kusam setelah hampir semingguan nyangsang di Makassar, saya disodori beberapa rekomendasi bacaan oleh adik saya yang punya blog insan-muda.blogspot.com. Si adik saya itu, memang bekerja sebagai seorang guru bagi anak-anak berkemampuan dan berkepribadian spesial semacam autis, ADHD, dan istilah lainnya yang saya kurang mengerti, sehingga maklum saja buku-buku atau film-film yang ia rekomendasikan adalah yang ada kaitannya dengan bidang yang ia tekuni. Salah satunya adalah film Taare Zameen Par, yang pernah saya ulas disini.
Nah, buku yang ia rekomendasikan kali ini adalah A Mango Shape Space atau yang diterjemahkan menjadi Sejuta Warna Dunia Mia. Mia adalah seorang gadis yang diberkati dengan kemampuannya yang dapat melihat warna dari setiap huruf yang dibacanya, sepotong suara yang didengarnya, dan bahkan setiap bau yang diciumnya. Mia merasa sangat aneh dengan kondisinya karena tidak satu pun orang di sekitarnya, termasuk keluarganya yang bisa merasakan hal yang sama dengan hal yang dirasakan olehnya. Tidak ada warna merah jambu untuk angka dua, tidak ada warna ungu untuk huruf ‘D’. Bagi orang lain huruf hanyalah huruf dan angka hanyalah sekedar angka. Akhirnya Mia kecil pun berpura-pura tidak melihat apa yang ia lihat, dan ia berpura-pura menjadi ‘normal’ seperti manusia lain yang hidup di sekitarnya. Hingga pada suatu saat ia tidak tahan lagi dan mulai berterus terang kepada orang tuanya.
Hal ini membawanya kepada pencarian dengan rumusan pertanyaan penelitian yakni: Apa yang sebenarnya yang terjadi pada diri Mia? Apa yang salah dengan otak dan pikirannya? Dan pertanyaan-pertanyaan itu membuat Mia dan orang tuanya mengunjungi beberapa dokter hingga akhirnya menemukan sebuah jawaban yang tepat: Sinestesia. Ya, Mia adalah seorang manusia spesial dengan tipe Sinestesia. Menurut wikipedia, Synesthesia (also spelled synæsthesia or synaesthesia, plural synesthesiae or synaesthesiae), from the ancient Greek σύν (syn), “together,” and αἴσθησις (aisthēsis), “sensation,” is a neurologically based condition in which stimulation of one sensory or cognitive pathway leads to automatic, involuntary experiences in a second sensory or cognitive pathway. People who report such experiences are known as synesthetes.
Yeah, jadi intinya, sinestesia merupakan kondisi yang secara neurologi dimana satu indera mengarah kepada kondisi otomatis yang membuat mereka yang memiliki bakat sinestesia ini merasakan kondisi indera lainnya. Emm, gampangnya gini deh, kondisi dimana dua indera atau lebih membaur dan dirasakan dalam waktu bersamaan. Misal seperti yang dialami Mia, dalam kondisi ia mendengarkan suara, yang ia rasakan bukan cuma suara namun ia juga melihat warna-warna dari suara yang ia dengar. Dan orang yang memiliki kelebihan ini disebut sebagai Sinestet.
Mengetahui dirinya sebagai Sinestet, Mia merasa takjub dan bahkan mengeksplor lebih dalam akan kemampuan Sinestesia yang dimilikinya. Namun sampailah saat-saat Mia tidak peka akan warna-warna. Yakni ketika kucingnya mati karena sakit dan ia harus merasa kehilangan dan depresi selama berhari-hari. Ketika itu ia merasakan apa yang disebut kondisi ‘normal’. Dimana ia tidak bisa melihat warna-warna lagi dari apa yang ia baca dan dengar. Bahkan kemampuan melihat warna aura setiap manusia yang mulai dimilikinya pun menghilang perlahan. Mia mulai takut menjadi ‘normal’. Ia takut kehilangan warna-warnanya. Apa yang terjadi dengan Mia? Yuk kita baca, 😉
Membaca buku ini membuka wawasan saya. Saya bisa melihat sudut pandang kehidupan dari seorang Sinestet. Ah, indahnya jika kita juga bisa melihat warna-warna seperti yang mereka lihat. Namun tentunya kondisi yang berbeda itu (yang tidak pernah dirasakan sebelumnya) pasti akan membuat kita takut pada saat-saat pertama. Ya, mari kita syukuri saja apa yang ada pada kita sekarang ini. Setiap kita dilahirkan menjadi spesial kok. Bagaimana teman? Apa dari kalian ada yang juga Sinestet? Yuk bagi-bagi ceritanya. 😉
Sinestesia kayak nama majas 😀
iya mbak, memang nama majas. tapi ada juga sinestesia yang merupakan kondisi neurologi seperti ini.. entah majas yang terinspirasi oleh kondisi indera kognitif ini atau sebaliknya.. 🙂
Wah baru tahu tentang Sinestesia ini lho, subhanallah ya, luar biasa. Melihat isi dunia dengan lebih berwarna. Lagi2 kita nggak boleh untuk tidak bersyukur ya. Sangat mencerahkan 🙂
yap.. bersyukur akan menjadikan dunia ini lebih indah 🙂
penasaran akhir ceritanya, kok gak sekalian diceritakan Dhil ? 🙂
nanti klo diceritain malah ga seru bun.. 😀
jangan ceritakan mbak.. nanti saya malah ga jadi penasaran dan pingin beli.. hehehe
Baru denger istilah sinestet, penasaran sama endingnya.. pinjem donk mba bukunya 🙂 ya…ya… pinjem…plisssss… *pasang muka melas* 😀
hehe.. itu juga pinjem dari perpus 😀
baru pernah denger kali ini tentang sinestesia. gak pernah denger sebelumnya dan belum pernah ketemu orang yang mengalami. menarik juga ya…
tapi mungkin lama2 juga jadi pusing kali ya kalo ngeliat semuanya jadi berwarna warni? hehehe
hehe.. ya pusing memang om.. makanya para Sinestet ga bisa denger suara bising, krn nanti mereka akan melihat ribuan warna didalam pikiran mereka. 🙂
hmm, masih asing nih dengan istilah sinestet atau sinestesia… 😳
tapi sekarang udah tau kan agung? 🙂
senangnya mba kalo bisa melihat warna seperti itu…
sementara dalam hidup saya, memiliki keterbatasan gak bisa bedain semua warna…
😦
owh… is that so, mas? im sorry for that.. 😦
good review 🙂
Sinestesia,,baru tahu~
nice info mb’
trims.. 🙂
Satu lagi buku yang ingin saya beli… tambah banyak aja daftar ‘Must-Read’ saya X) Mengenai Sinestesia, saya pernah menonton ulasan mengenai ini dulu di Discovery Channel – mengenai orang yang bisa melihat warna-warna suara, terutama nada dalam musik 😀
eh trus gmn filmnya? bagus pasti ya? 🙂
penasaran dekkk
pengen baca….. 😀 😀 😀 😀
kisah nyata ya..
emm kurang tau kisah nyata atau bukan kak.. tapi yg jelas kereen bgt novelnya 🙂
Synesthesia, wah kayaknya keren bisa melihat warna aura orang.
Penggunaan lebih dari satu indera dalam mempersepsi sesuatu itu memperkuat ingatan, artinya sosok Mia ini tidak akan lupa terhadap apa yang pernah dia lihat, dengar, atau rasakan. Artinya juga sosok Mia ini jenius. Eh tunggu, begitukah ceritanya? #soktahu
yap, mia termasuk jenius 🙂
Syukur ya kita hidup dalam keadaan normal, soalnya kalo saya pikir2 sih bakalan ribet kalo jadi orang sinestesia.
Nggak kebayang berapa banyaknya warna dari setiap huruf yang dilihatnya dan berapa banyak warna pula dari suara yang didengarnya.
Uhhh…puyeng pasti 😀
hehe ya memang udh pasti puyeng 🙂
sinestesia, sekilas baca anestesia 😀 hehehe, membaca buku baru, wawasan baru.
uda lama ga beli n baca buku terjemahan neeh, pgnny baca langsung yg asli, sekalian blajar bahasa dan biar ga ada bagian2 yg hilang karna proses terjemahan. tp apadaya msh belajar bahasa hehehe 😀
hehe yoayo bacaa 😀
Pingin tau cerita kelanjutane…
ayo mbak cerita lagi….hehe
cerita apa yaa 😀
Mbak dilaaaaaaaa..
Agy cari deh bukunya, sinestesia ?! ada hubungannya dengan anestesi ga 😀
hehe it’s different agry 😉
Mmmmm dengan ulasan yang luar biasa ini pasti banyak yang akan membeli bukunya…pasti ceritanya seru, nunggu kiriman dari burung pipit nich
Mau bacaaa… aku suka warna, aku juga suka anak-anak.. thanks dhil atas ulasannya 🙂
sinestesia???? Baru denger istilah ini..
wah, mungkin sangat luar biasa bila dikasi kemampuan seperti itu ya mba,,
Ah, tapi lebih setuju sama kesimpulan yg mba dhila berikan, mari kita syukuri apa yang ada…. 😀
duh kayaknya buku ini bagus baanget ya Dhila… jd penasaran pengen baca nih.. thanks ulasannya.. jd nambah pengetahuan jg 🙂
ada ya anugrah seperti itu? baru tahu malahan dari novel ini. hehe.
Jadi makin penasaran..
siap2 ngubek toko buku…
Ngga kebayang Dhil kalo baca buku trus hurufnya warna warni, pusing kali ya 😀
wow Sinestesia.? saya baru tau istilah ini mbak.. menarik juga nih bukunya hehe
Waahh keren banget bukunya dil.. ceritanya gak umum banget.. *brb cari di kutu buku*
menarik artikelnya…salam persahabatan yaa
Saya seorang Synesthes mbak… Klo saya melihat hari dengan warna. Ini saya sadari saat di SMP dan sama seperti mia dibuku itu, takut dan berpikir untuk menutupi kareba tidaj pernah mendengar orang dengan gejala yg sama. Dan saya baru mendapat penjelasan dengan tuntas saat saya mengambil kuliah psikologi. Ada doseb saya yg membahas ini. Dan pada akhirnya saya tau bahwa tidak saya saja yg memiliki kondisi mental seperti ini hehehe