Atas permintaan Bunda Siti, saya menuliskan artikel ini, berdasarkan pengamatan akan transportasi, tata kota dan perencanaan tata letak dan promosi pariwisata ketika saya berada di Kuala Lumpur sebentar.
Well, tidak seperti artikel perjalanan saya yang lain, yang lebih kepada pameran akan kondisi objek yang saya kunjungi, artikel saya yang ini adalah sebuah analisa selayang pandang saja.
Jakarta dan Kuala Lumpur hampir mirip. Sama-sama kota yang sibuk. Hanya saja, Kuala Lumpur lebih rapi, bersih, dan tertata. Mungkin wajar, karena Kuala Lumpur memang tidak sekompleks Jakarta yang memiliki jumlah penduduk lebih padat yang sebagian besar belum benar-benar paham bagaimana caranya menjaga dan mencintai kota sendiri.
Transportasi. Jalur transportasi di Kuala Lumpur cukup memudahkan para penduduknya, bahkan para pendatang sekalipun. Meski tidak seperti di Singapur yang memiliki koneksi antar MRT dan bandara, namun konsep transportasi di kota ini sudah cukup teratur. Contoh, di KL Sentral, terdapat pilihan transportasi mana yang ingin kita gunakan; Monorel? KTM? LRT? Atau ingin menggunakan bus Hop on Hop off bagi para turis? Semua terkoneksi dari ‘terminal’ KL Sentral ini. Ya, memang untuk petunjuk tidak terlalu jelas, para pendatang tetap harus bertanya dan berinovasi untuk mencari mana letak angkutan umum yang ingin mereka tumpangi. Tapi tetap saja, hal ini masih lebih baik daripada Jakarta yang dimana kondisinya mengharuskan para pengguna jalan untuk survive.
Satu lagi yang saya perhatikan secara khusus, yakni per-kereta-api-an dalam kota. Sebagai seorang Roker, saya pastinya tidak akan meluputkan pengamatan saya pada moda transportasi yang satu ini. Para rombongan kereta di Jabodetabek pastinya tahu betul akan kondisi Commuter Line; sistem karcis yang belum stabil, sistem transit yang merepotkan, frekuensi kedatangan kereta yang lama, stasiun yang kurang memadai, ditambah penumpang yang sangat banyak dan para pedagang yang duduk sembarangan menjajakan dagangannya di peron. Sementara Kuala Lumpur menampilkan suasana yang berbeda. Setiap stasiun cukup rapi dalam sistem ticketing, tata letak, keluar masuk penumpang baik ke stasiun atau kereta, dan tidak ada para pedagang yang seenaknya berjualan sambil selonjoran di peron.
Wisata. Saya akui Malaysia pintar mengemas daya tarik yang mereka miliki dalam hal kebudayaan, selain itu mereka juga pintar mengelola dan memetakan tempat-tempat wisata secara rapi. Trasnportasi dan tempat wisata juga petunjuknya bisa dikatakan saling berhubungan dengan baik, sehingga para turis tidak terlalu sulit untuk mengunjungi tempat-tempat wisata yang memang terekomendasikan. Contoh, Bus Hop On Hop Off, merupakan bus bagi para wisatawan yang ingin berkeliling Kuala Lumpur seharian menuju tempat-tempat menarik seharian penuh. Selain mengajak berkeliling, bus ini juga merupakan guide tour yang memberikan penjelasan singkat mengenai tempat-tempat wisata tadi. Namun Jakarta, hmm, memang membutuhkan sedikit pembenahan lagi. Macet, sampah, tata kota, semua butuh pembenahan.
Kesimpulan. Para pembaca pasti sudah dapat menyimpulkan sendiri tentang apa yang harus dibenahi. Tata transportasi yang benar sehinggap dapat mengurangi macet. Tata kota dan saluran air yang benar sehingga dapat mengurangi banjir. Tapi satu hal yang ingin saya ingatkan lagi, CINTA dan kesadaran. Well, semua warga DKI Jakarta, dan juga para warga yang tinggal di Indonesia secara umum mengaku bahwa mereka cinta kepada kota mereka. “Gue cinta Indonesia!”, “Gue anak Jakarte lho!”, Gue Jak Mania, Cinta damai!”, “Gue Gubernur, program gue banyak untuk Jakarta.”
Yeah, apapun yang kalian bilang, yang saya harapkan hanya satu, KESADARAN! Cinta bukan hanya untuk diumbar, tapi juga wajib diaplikasikan. Bilang cinta Jakarta, tapi masih aja seneng buang sampah sembarangan, masih suka parkir sembarangan, pipis sembarangan, buang ludah sembarangan, main getok orang di jalan sembarangan, dagang di trotoar sembarangan, ngalingin jalan orang sembarangan, enggak suka diatur. Sikap apa tuh namanya? NATO! Not action Talk only!
Jadi please, silakan. Mulai sekarang jangan bilang cinta kalau belum benar-benar cinta. Jakarta punya kita semua. Jangan mau kebawa orang yang engga bertanggung jawab, yang secara tak langsung mengajak kita ke jalan tak benar untuk buang sampah sembarangan misalnya. Satu orang saja berbuat lurus, akan sangat berarti. Apalagi jika seseorang itu sangatlah berpengaruh. Akan ada banyak kebaikan yang tersebar bukan. Dan akan banyak pahala yang mengalir pada kita karena hal kecil itu.
Get good life, guys. Believe that we can do something nice to Indonesia. 😉