Ulasan: Film Ocean Heaven, Kisah Nyata Seorang Ayah dan Anaknya yang Autis

Ocean Heaven

Image via Wikipedia

Satu lagi film mengenai anak-anak spesialtis yang saya tonton. Kali ini adalah film mengenai seorang ayah yang memiliki anak autis berjudul Ocean Heaven (Juli 2010). Kisah yang berdasarkan dari cerita nyata ini menggambarkan perjuangan ayah yang berusaha mengajarkan anaknya yang autis dengan sabar. Sang ayah, Pak Wang (Jet Li) diceritakan menderita sakit keras dan umurnya ditentukan hanya dalam hitungan waktu yang sebentar. Sementara anaknya yang berumur kisaran 17-19 tahun (Wen Zhang) memiliki spesialtis autis. Sejak istrinya meninggal Pak Wang selalu mengurusi dan memenuhi kebutuhan Dafu, anaknya. Ia selalu membawa Dafu kemanapun ia pergi bahkan ketika bekerja sekalipun.

Pak Wang memang sakit namun ia tidak bisa dirawat intensif di RS karena ia harus bekerja dan memenuhi kebutuhan anaknya. Maka masalah muncul ketika pak Wang berpikir akan masa depan Dafu setelah ia meninggal. Sempat putus asa, maka pak Wang sempat mencoba membunuh Dafu dan dirinya sendiri dengan cara menenggelamkan diri di laut. Namun usaha itu tak berhasil karena Dafu dengan mengejutkan masih mampu berenang dan menyelamatkan ayahnya meski tubuhnya sudah dipakaikan batu pemberat. Maka pak Wang meminta bantuan dinas sosial dan yayasan sosial mulai dari Panti Asuhan hingga Rumah Sakit Jiwa agar merawat anaknya ketika ia meninggal. Sayangnya tidak ada satupun lembaga yang dapat menerima Dafu karena tidak sesuai kriteria yang mereka tentukan. Untung saja di masa sulit itu pak Wang bertemu dengan mantan Kepala Sekolah di tempat Dafu sekolah ketika kecil dulu. Ibu Liu, mantan kepsek ini baru saja mendirikan yayasan Autis dan pak Wang merasa ini adalah tempat yang tepat untuk Dafu tinggal sepeninggal dirinya nanti.

Sayangnya tidak semudah membalikkan tangan membuat Dafu betah tinggal di tempat yang baru. Pak Wang masih tetap menemani Dafu di asrama yayasan autis itu. Pak Wang sadar kalau Dafu masih terbiasa dengan dirinya dan belum terbiasa mandiri. Maka pak Wang pun mulai mengajarkan Dafu agar mandiri, mulai dari membuka baju sendiri, memasak telur, naik dan turun bis di tempat yang tepat hingga mengepel lantai di tempat kerja pak Wang. Laki-laki setengah baya itu telah merencanakan agar Dafu bekerja menggantikan dirinya setelah dirinya tiada. Satu hal lagi, pak Wang juga mensugesti pikiran Dafu agar ia tidak merasa kehilangan dirinya ketika saatnya tiba nanti.

Film ini adalah film full-drama yang pertama kali dimainkan oleh Jet Li selama 25 tahun menjadi aktor. Filmnya bagus sekali, luar biasa menguras air mata hehe. Tapi pesan yang ingin disampaikan sangat mengena dan sangat bagus bagi mereka para anak agar berbakti lebih baik lagi kepada orang tua dan juga bagus sekali untuk mereka para orang tua, khususnya yang memiliki anak-anak spesialtis, agar selalu sabar dan tak berhenti mendidik dengan baik dan penuh kasih sayang. 😉

Kereta Api Terakhir

Satu lagi film Indonesia berhasil membuat saya takjub. Ya, sama seperti judul ulasan saya saat ini, judul film tersebut adalah Kereta Api Terakhir. Film yang diproduksi pada tahun 1981 ini adalah film yang bertemakan romansa perjuangan berdasarkan novel karya Pandir Kelana dengan judul yang sama. Mengisahkan tentang seorang tentara bernama Firman yang mendapat tugas untuk mengamankan kereta-kereta dari Purwokerto menuju Yogyakarta. Ketika itu negara sedang dalam kondisi pasca kemerdekaan (1945-1950) yang masih labil. Belanda yang belum rela Indonesia merdeka, terus menggempur dan ingin menguasai beberapa kota penting di Indonesia. Salah satu yang menjadi incaran Belanda adalah jalur perkereta-apian yang melintas di pulau Jawa. Masa itu Kereta Api adalah transportasi yang sangat penting dan menjadi pilihan utama untuk pergerakan masyarakat dari satu daerah ke daerah yang lain. Maka, jika jalur-jalur kereta diberangus, akan terjadi kelumpuhan secara sigfinikan di Indonesia kala itu.

Tugas Letnan Firman (Pupung Harris), Letnan Sudadi (Rizawan Gayo) dan Sersan Tobing (Gito Rollies) adalah tidak hanya mengawal kereta-kereta dari Purwokerto hingga Yogya. Mereka juga harus mengawal para penumpang yang mengungsi menuju Yogya. Ada isu bahwa Belanda akan menyerang kota mereka sehingga pengungsian pun dirasa sangat perlu dilakukan, terutama bagi masyarakat yang mudah termakan isu. Letnan Sudadi berangkat bersama kereta pertama, sementara Letnan Firman dan Sersan Tobing mengawal kereta terakhir. Di kereta terakhir ini tidak hanya ditumpangi oleh para pengungsi namun juga ada berkas-berkas penting negara yang harus diamankan di ibu kota. Banyak halangan selama perjalanan. Ternyata mengawal kereta tidak semudah yang dibayangkan apalagi dengan musuh yang selalu mengintai. Berkali-kali kereta dihujani peledak dan peluru dan bahkan ada gerbong yang sempat terbakar. Dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi itu, maka banyak pejuang, pegawai kereta api dan masyarakat yang gugur.

Kisah heroik tidak hanya mewarnai film yang disutradarai oleh Moechtar Soemodimedjo ini, namun juga kisah cinta. Karena pada dasarnya film ini memang termasuk jenis film romansa. Sepanjang perjalanan menuju Yogya, Letnan Firman bertemu dengan Retno, perempuan yang disangka sebagai adik dari Kapten Pujo (Doddy Sukma) yang ditemuinya beberapa jam sebelum keberangkatan. Namun ternyata ia salah, Retno yang ditemuinya adalah Retno yang berbeda meski berparas sama. Di akhir cerita ia pun mengetahui jika Retno adalah kembar. Dan disini ia sempat mengalami dilema, Retno mana yang harus ia pilih.

Film yang diproduksi PPFN (Pusat Produksi Film Negara) bekerjasama dengan PJKA (kini PT KAI) ini digarap dengan cukup apik. Para analis film mengatakan, bisa jadi bahwa Kereta Api Terakhir adalah film road movie pertama yang dibuat oleh Indonesia. Meski romansa yang dijadikan kisah utama, namun tidak menghilangkan esensi perjuangannya. Campur aduk rasanya menonton film jadul ini; perasaan nasionalis, haru biru akan perjuangan para tentara serta pegawai kereta api, juga tersipu-sipu akan dialog rayuan dan tak lupa sisi humor yang disajikan pun membuat saya terpingkal-pingkal. Film ini termasuk film Indonesia yang digarap dengan serius dan hasilnya pun sangat cool, dan walaupun sudah berumur 30 tahun, film ini tetap cool!

Ada yang sempat mengusulkan agar film Kereta Api Terakhir ini di-remake. Usulan yang bagus, namun apakah film yang di-remake akan sebagus film yang sudah pernah dibuat? Jawabannya ‘iya’ jika digarap dengan sangat serius. Demi kebangkitan film nasional! Dan yang saya cari kini adalah Novel Kereta Api Terakhir yang ditulis oleh Pandir Kelana, seorang pelaku kemerdekaan yang pensiun dengan pangkat Mayor Jenderal dengan nama asli RM Slamet Danusudirjo. Saya jadi terkagum-kagum dengan sosok beliau. Karena kabarnya beliau pernah menjabat sebagai Rektor Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Bayangkan kawan, seorang tentara menjabat sebagai rektor di kampus kesenian. Keren kan?! Maka saya pun ingin membaca langsung karya-karya (novel) beliau yang kebanyakan menuliskan kisah dengan latar belakang sebelum penjajahan, penjajahan, dan pasca kemerdekaan. Ada yang punya?

PS. Ulasan tentang film Kereta Api Terakhir ini juga ditulis oleh seorang sahabat di blognya.

Menanti Sang Penari (The Dancer)

Sang Penari (The Dancer)

Akhirnya setelah 2 tahun penantian, sebuah karya Ahmad Tohari yang legendaris di tahun 80-an, novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk akan di-remake kembali dalam sebuah film berjudul Sang Penari (The Dancer). Film ini akan tayang perdaya pada 10 Nopember 2011. Bagi yang belum tahu seperti apa cerita novelnya, bisa membaca kembali ulasan saya disini. Dan berikut dibawah ini adalah trailer resmi film Sang Penari yang disutradarai oleh Ifa Isfansyah.

PS: dari twitter resmi Sang Penari -> @SangPenari: Yang berminat ikut nonton bareng film Sang Penari tgl 16 Oktober di Jogja, email sangpenari[at]gmail.com ya

Manusia Terlahir Spesial

Taare Zameen Par

Image via Wikipedia

Hi bloggers, Met merayakan hari raya Ied Fitr setelah sebulan kita beribadah di bulan Ramadhan. Mohon maaf lahir bathin ya. Akhirnya saya punya kekuatan lagi untuk ngeblog hehe… *lebay yak* :mrgreen:

Saat ini saya ingin mengulas sebuah film bollywood terbitan lama (2007) yang berjudul Taare Zameen Par (Every Child is Special). Film yang di-produseri, sutradarai dan sekaligus diperankan oleh Aamir Khan ini adalah salah satu film India yang tidak biasa. Maksud yang ‘tidak biasa’ disini adalah berbeda dari film India kebanyakan yang melulu soal cinta antara laki-laki dan perempuan serta dibumbui banyak lagu dan tarian. Sementara film ini, memiliki tema yang menarik, yakni mengenai seorang anak yang menderita Dyselexia, meski memang pastinya ada sedikit lagu dan tarian (tarian dan nyanyian untuk sebuah film India adalah khas). Baca lebih lanjut

Kura-Kura Pun Bisa Terbang

Turtles Can Fly (egyptz.net)

Ini bukan penjelasan tentang fauna jenis kura-kura yang punya sayap dan bisa terbang ke angkasa. Bukan juga tentang cerita fiksi dengan karakter utama kura-kura pendekar yang bisa terbang macam burung. Namun ini adalah sebuah judul review dari sebuah film ‘Lakposhtha Parvaz Mikonand’ atau dalam bahasa Inggris ‘Turtles Can Fly’ atau dalam bahasa Indonesianya ‘Kura-Kura Bisa Terbang’ karya Bahman Ghobadi.

Secara umum dan luas, film ini menggambarkan kondisi warga di sebuah pengungsian di perbatasan Turki dan Irak pada akhir kekuasaan Saddam Hussein dan awal mula invasi George Bush ke Irak. Terlihat bagaimana kondisi mereka sebagai korban perang dengan kesulitan dan ancaman-ancaman yang mereka harus hadapi setiap harinya. Tidak ada Air bersih, listrik, makanan bahkan udara yang bersih sekalipun. Yang ada hanyalah lahan yang dipenuhi ranjau-ranjau yang mereka sebut dengan ‘America’. Yang menjadi fokus dalam film ini adalah pengungsi anak-anak yang sudah menjadi yatim piatu. Disini anak-anak harus bertahan hidup setiap harinya tanpa bimbingan dan lindungan dari orang tua. Bahkan pekerjaan mereka setiap harinya adalah membersihkan lahan dari ranjau darat dan menjualnya di pasar senjata demi mendapatkan sejumlah uang dan makanan. Sungguh miris! Baca lebih lanjut