Bidan Masna di Latoma Jaya

Ini cerita pertama yang pernah saya janjikan di tulisan sebelumnya, Bloggers. 😉

Demi memotret mobil kami melewati salah satu jembatan kayu seadanya, saya pun turun. Beginilah salah satu rintangan ringan menuju Latoma,

Desa Latoma Jaya adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Latoma yang letaknya cukup jauh dari ibu kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Butuh waktu lebih dari 4 jam untuk mencapai desa tersebut dengan menggunakan mobil. Mobilnya pun harus mobil yang kuat untuk medan yang terjal. ya kira-kira mobil sejenis Toyota Hi-Lux yang tepat untuk menuju Latoma. Dengan motor pun bisa, namun para biker memang diharuskan tahan dengan kondisi medan yang luar biasa terjal dan perjalanan yang panjang. Baca lebih lanjut

Nyeri Dada = Jantung?

Juli 2010, Ruang Poli Jantung, RS UIN Syarif Hidayatullah. Saya melihat seorang dokter perempuan paruh baya yang merupakan spesialis Jantung. Ia ditemani seorang perawat berjilbab yang masih muda. Nenek dokter itu menatap saya tak percaya, mungkin karena saya adalah satu-satunya pasien muda yang berkonsultasi setelah sebelumnya banyak pasien tua yang datang ke beliau. Saya tersenyum.

  • Dokter: “Masih muda sakit jantung?”
  • Dhila: “Emm, saya ga tau sakit jantung atau engga, dok. Cuma dada saya nyeri. Pernah sakit tiba-tiba gitu di dada bagian kiri.”
  • Dokter: “Umurnya berapa?”
  • Dhila: “22, dok.”
  • Dokter: “Coba lihat hasil EKG-nya (Elektrokardiografi).” Baca lebih lanjut

Hipotensi

Suatu ketika, tepatnya tiga hari menjelang Ramadhan 1430 H, saya mendadak tidak bisa tidur. Sebab setiap kali tidur, kepala mendadak sakit dan dibawa keliling kampung dengan kemidi putar… dan arwah terasa melayang meninggalkan pondasinya, jauh tinggi keliling langit. Tiba-tiba perut mual dan saya harus mengalami kondisi muntah-muntah. Semakin sering saya merebahkan tubuh saya, semakin sering saya mengalami ‘fly’ seperti orang yang tengah sakau dan semakin sering saya mual dan muntah. Padahal kantuk sudah diambang batas dan badan lemas butuh istirahat. Penyakit yang aneh.

Keesokan harinya saya lantas pergi ke dokter. Setelah diperiksa, dokter tampak biasa saja. Saya hanya disuruh istirahat. Padahal buat saya penyakit ini menyusahkan sekali. Bikin orang parno sampe melayang gituh. Ternyata kata dokter saya kena penyakit darah rendah (Hipotensi) dan Maag. Seketika itu, setelah makan dan minum obat saya langsung browsing soal darah rendah dalam keaadan masih lemas berkunang-kunang.

Baca lebih lanjut

Meskipun Dikau Buta, Dik

Tulisan ini adalah tulisan lama saya di tahun 2009 (22/4/2009), mengenai salah satu adik saya, Hulwatul Hilma, yang buta sebelah karena ‘dicolok’ lidi oleh adiknya (adik bungsu kami), Lu’luatusibhgoh (Lulu). Kini di tahun 2011, Hilma sudah duduk di kelas 3 SD (terpilih masuk di kelas unggulan), sementara Lulu kini duduk di kelas 1 SD. Tulisan ini saya sertakan kembali di acaranya teh Orin, 1st Giveaway. Bukan karena ingin mengejar posisi sebagai pemenang, namun karena saya ingin berbagi pengalaman tentang adik saya, Hilma, bidadari cantik yang cerdas. Semoga ada hikmah dan pelajaran yang bisa kita ambil dari pengalaman ini. Terima kasih.. 🙂

***

Hulwatul Hilma

Hulwatul Hilma ketika menjalani perawatan (operasi mata) di RSCM

Apa yang kita kan lakukan ketika sesuatu yang dititipkan pada kita diambil kembali oleh Yang Menitipkan? Adakah emosi yang menjalar pada pembuluh darah di sepanjang jalur badan? Adakah rasa pedih yang menjadi-jadi ketika kita tak mampu memahaminya? Adakah?? Ah, sesungguhnya setiap manusia pasti mengalami hal perih ini dalam hidup. Hal seperti ini biasa sekali disebut dengan cobaan atau rintangan. Tinggal manusia itu sendiri dievaluasi dengan kemampuan ia dalam menghadapi segala jenis ujian itu. seperti apa tingkat nilainya.

Saya memiliki keluarga besar dengan orang tua yang baik dan adik-adik yang cerdas dan lucu. Apalagi saya yang sudah besar ini kebetulan masih memiliki dua adik kecil yang masih berusia balita. Mereka lucu, cantik, aktif juga cerdas. Masing-masing bernama Hilma dan Lu’lu, dua nama indah yang tepat untuk mereka berdua. Namun sayang, salah satu dari mereka harus menerima kepedihan ujian sejak dini. Matanya buta sebelah karena insiden yang mungkin telah ditakdirkan.

 

Ketika itu, kawan, terjadi pada November 2007. Hilma masih berumur 4 tahun dan Lu’lu berumur 2 tahun. Tiada yang masalah sebenarnya jika ketika hari kamis di pertengahan bulan November itu Hilma tidak malas sekolah. Maklum yang namanya anak kecil, kadang suka moody kalo sekolah. Akhirnya Hilma tinggal di rumah bersama adiknya dan seorang khodimat keluarga. Dan karena tidak sekolah, Hilma dan Lu’lu pun bermain bersama di dalam rumah. Sementara khodimat melangsungkan pekerjaannya. Namun entah kenapa, tiba-tiba Hilma dan Lu’lu agak bertengkar yang mengakibatkan Lu’lu bertindak defensive dengan menusukkan lidi kayu ke mata kanan Hilma. Sontak Hilma menjerit kesakitan dan matanya langsung memerah, ada pendarahan dalam matanya!!

 

Setelah itu, kami langsung membawanya ke RS hingga beberapa lamanya dan bahkan harus dirawat dan dioperasi di RSCM. Proses perawatan dan operasi ini berlangsung hingga memasuki tahun 2008 (kebetulan Hilma sempat dibawa pulang ke rumah setelah diputuskan untuk dioperasi kembali di tahun 2008 karena matanya kembali mengalami pendarahan). Harap-harap cemas kami menanti akhir dari pengobatan ini. Apapun hasilnya! Mata kanan Hilma mulai memutih semua, bola mata hitamnya yang sering berbinar-binar telah tertutup oleh kabut putih semacam selaput. Kata dokter lukanya telah merobek korneanya dan membuatnya sulit tertolong.

 

Hingga ketika hari keputusan itu tiba. Saya, bapak dan juga Hilma menemui dokter di ruang khusus penderita Glaukoma (kok jadi sakit Glaukoma ya adikku itu. oh, mungkin jenisnya sama). Ketika itu dokter bertanya pada adik kecilku yang cerdas itu.

“Ini berapa??” Dokter melipat jarinya membentuk angka satu.

“Masa dokter ga tau sih?? Itu kan satu!” Jawab Hilma membuat dokter dan bapak tertawa.

 

Kemudian pemeriksaan berlanjut, juga pengetesan penglihatan bagi adikku itu. hingga akhirnya bapak dan adikku pun keluar ruangan. Saya tidak banyak bertanya sebelum akhirnya sampai ke lift.

“Hilma udah boleh pulang.” Kata bapak sambil menahan tangis.

“Terus gimana matanya?” Saya bertanya.

“Udah tidak ada harapan lagi kata dokter. Tinggal mata sebelah kirinya yang harus terus dijaga” Bapak pun menyeka air mata yang meleleh di kedua pipinya. Sementara Hilma yang ada dalam gendongannya tidak menyadari hal itu.

Saya tertunduk. Ah, bapakku yang tegar ternyata tidak setegar ibuku. Ah, bapakku yang tegar, ternyata tega menangis di depan anaknya. Saya pun ikut menangis, meski hanya dalam hati. Ternyata terkadang perempuan lebih kuat dan tegar daripada laki-laki.

 

Ah, meskipun dikau buta, dik…

Aku masih tetap menyayangimu

Bagiku kau masih tetap yang tercantik dan tercerdas

Meskipun dikau buta, dik…

Tidak ada yang memapu mengalahkanmu untuk tinggal di hatiku

Kau adalah bidadari kami yang bersinar meski tanpa cahaya mata yang sempurna

Namun sayapmu cukuplah menjelaskan semua kecantikan yang terpancar

Meskipun dikau buta, dik…

 

Sekarang Hilma (pada tahun 2009 ini) Hilma –alhamdulillah- telah berhasil diterima sebagai murid baru SDIT At-Taqwa dekat rumah kami. Insya Allah dia akan dites kembali untuk menempati kelas unggulan di kelas barunya. Semoga berkah ya, dik.

 

~terkadang saya sedikit terharu ketika ia mengungkapkan cita-citanya ketika besar nanti. “Aku mau jadi DOKTER.” Ujarnya. Dokter dengan mata yang buta di sebelah kanan. Oh, adakah dokter dengan kondisi seperti itu?? Bisakah? Saya tercenung~

 

 

Thx to Allah Swt (atas segala-Nya. Dan kami pun masih bisa bersyukur ALHAMDULILLAH).

 

PS. Foto diatas diambil ketika Hilma berada dalam proses perawatan di RSCM.

***

Foto hilma terbaru 🙂

Foto Hilma terbaru ketika sedang makan siang bersama di Saato Restaurant