Buang HPmu dan Kembali ke Dunia Nyata!

Kali ini saya akan berbagi tentang ketidakpedulian saya dan saya harap ini dapat menjadi pelajaran bagi teman-teman blogger. Suatu ketika saya mengunjungi salah satu teman kantor yang sedang berduka karena ibu mertuanya meninggal. Saya tidak sendiri namun bersama-sama dengan pegawai kantor lainnya dan juga beserta pak bos yang berkewarganegaraan asing.

Setelah melihat mayit yang meninggal dan mengucapkan belasungkawa pada ahli waris yang tengah berduka, kami pun duduk di kursi-kursi tamu yang terletak di teras rumah. Saat itu upacara pemberangkatan mayit ke tempat peristirahatan terakhir pun dimulai. Salah seorang perwakilan keluarga pun mulai berpidato. Sementara saya mendengarkan sambil melihat hp dan membalas sms-sms yang belum sempat saya balas. Tiba-tiba pak bos yang duduk disamping saya mengamati saya yang tengah sibuk dengan hp tanpa berkedip. Saya menoleh ke pak bos dan mendapatinya tersenyum. Seperti anak kecil yang tertangkap basah melakukan kesalahan, saya membalasnya dengan cengiran dan berkata, “I am replying text from my friend. (saya lagi balas sms dari teman).”

Pak bos masih tersenyum sambil berkata. “I didn’t ask you. I just want to you pay attention to this ceremony. Look, I put my hand in my pocket and switch off my mobile. (Saya ga tanya kamu ngapain. Saya cuma ingin kamu perhatiin apa yang sedang terjadi disini. Lihat, saya masukin tangan saya ke kantong celana dan langsung matiin hp).” Saya terdiam dan merasa tertohok. He kills me, guys! He kills me with his advice. Saya merenung karena semua yang dikatakan dan dicontohkan bos saya adalah benar adanya.

Ya begitulah teman, saat ini seringkali kita mengabaikan apa yang sedang terjadi di sekitar kita. Kita terlalu sibuk apa yang terjadi dengan gadget kita. Padahal apa yang ada disana seringkali hanya merupakan sampah yang membuat kita terdampar di tempat yang tidak menyenangkan. Coba lihat pak bos yang non muslim dan berkebangsaan lain bisa dengan penuh perhatian menghargai situasi duka yang ada di hadapannya. Sementara saya yang jelas-jelas satu kalangan, tampak tidak peduli dan mengacuhkan.

Di Indonesia peristiwa dan perasaan tidak adanya kepedulian dan penghargaan ini tampaknya sudah meyebar luas. Banyak orang menjadi egois dan lebih peduli dengan popularitasnya, khususnya dengan aktivitas mereka di dunia maya. Sementara di dunia nyata mereka menjadi orang yang anti-sosial. Mereka hidup di dunia yang berbeda dan menganggap tiada apa-apa yang nyata. sungguh menyedihkan. Well bloggers, untuk saya dan yang merasa seperti saya yang apatis ini, marilah perhatikan apa yang ada di sekitar. Minimalisir aktivitas yang menjadikan kalian apatis dan egois. Dunia nyata adalah dunia yang lebih indah tiada dua daripada dunia maya yang tak teraba. Dunia maya hanyalah wadah sharing dan tak perlu dijadikan dunia utama.

Berikut ada video yang merepresentasikan apa yang artikel ini bicarakan:

Muter-Muter Commuter Line

Tiket transisi Commuter Line Sudirman - Bekasi. Ter-Cap Rp. 6,500.

Siapa disini blogger yang juga ROKER (Rombongan Kereta)? Jika ada pastinya bisa secara langsung merasakan apa yang saya tulis disini. Well, akhirnya awal Juli 2011 ini adalah awal baru bagi kami para Roker Jabodetabek untuk merasakan barunya sistem perkereta-apian di Indonesia, khususnya untuk kawasan Jabodetabek. Setelah ditunda selama 3 bulan (baca postingan saya yang ini: KRL Commuter Line Ditunda Hingga 3 Bulan), PT KAI pun menepati ucapannya untuk memberlakukan Single Operation Commuter Line (Operasi Tunggal Garis Komuter). Baca lebih lanjut

Bentor Medan dan Bentor Gorontalo

Hey Bloggers, apa kabar? Hehe, kangen juga belum blogwalking lagi. :mrgreen: Sekarang saya mau nulis tentang Bentor ah. Ada yang tahu apa itu Bentor? Pasti hampir semua tahu deh soal Bentor. Cuma urusan udah naik atau belum sih pasti belum tentu semua sudah, karena belum tentu semua sudah pernah bertandang ke kota yang ada Bentornya. Kalau naik becak gimana? Sudah atau belum? Saya juga yakin belum semua pernah naik becak dengan beberapa alasan tertentu. *sok tau nih dhila 😀

Angkutan umum yang cukup terkenal di Medan adalah Bentor alias Becak Motor. Becak Motor adalah kendaraan perpaduan dari becak dan motor. Jika biasanya becak (gerobak) hanya dijalankan dengan di-goes saja, Bentor dijalankan dengan menggunakan motor. Awalnya saya pikir bentor hanya ada di Medan saja, karena yang saya sering lihat di tv ya Bentor yang ada di Medan. Tapi ternyata, ati olo saya ini (frase khas Gorontalo yang entah apa artinya saya kurang tahu. hehe) .. Bentor pun juga ada ji di Gorontalo. Bentor yang ada di Gorontalo pun sama dengan yang ada di Medan, yakni sama-sama perpaduan Becak dan Motor. Namun ternyata ada perbedaannya meski tidak begitu banyak. Oke, coba kita lihat beberapa foto dibawah ini:

Bentor Medan (panoramio.com)

Nah ini dia Bentor Medan, dengan posisi Motor yang ditempelkan disamping becak. Sayang sekali ketika saya berada di Medan, saya tidak sempat mencoba naik Bentor Medan. Semoga kalau diberikan kesempatan ke Medan lagi saya bisa mencoba naik Bentor keliling kota Medan. Amin. 🙂

Bentor Gorontalo (koleksi dhila13)

Kalau ini Bentor Gorontalo dengan posisi motor yang  ada di belakang becak. Yang duduk di kursi penumpang (depan) adalah saya sendiri (dhila13) jadi tampilan fotonya sengaja saya corat-coret di bagian wajah dan kaki, hehe biar teman-teman bloggers penasaran bagaimana wajah saya (GEER!). Sementara yang duduk di kursi pengemudi (belakang) adalah pak Sirjon, pemilik Bentor. Foto ini diambil tahun lalu ketika pertama kali saya berkunjung ke Gorontalo.

Nah bloggers, begitulah ceritanya postingan saya ini, cuma ingin publish perbedaan kecil antara Bentor Medan dan Bentor Gorontalo. Sebenarnya Bentor tidak hanya ada di Medan dan Gorontalo saja, di beberapa kota seperti Makassar, Padang dan Bangka pun juga ada. Ada lagi yang tahu dimana Bentor berada selain di lima kota yang saya sebutkan tadi? Oh iya, ngomong-ngomong, ternyata postingan saya ini sama dengan postingannya Ananda. Padahal saya ga plagiat atau ide nyontek lho. Kebetulan sama hehe. High Five dulu buat Ananda. :mrgreen:

Parahnya Infrastruktur Dalam Negeri

Perbaikan sedang dilakukan di jalur busway di jalan Sudirman - Thamrin. Perbaikan ini dilakukan pada beberapa jalur. Namun sayangnya tidak berlangsung secepat yang diinginkan. (gambar: rakyatmerdeka.co.id)

Entah siapa yang harus dipertanyakan soal ini. Saya melihat banyak perbaikan jalan yang sedang berlangsung sepanjang saya melakukan perjalanan  rumah-kantor-rumah. Dan anehnya perbaikan-perbaikan tersebut belum selesai meskipun sudah dimulai sejak lama. Padahal masih banyak jalan yang rusak dan butuh penanganan. Entah dana yang kurang atau ada masalah lain, saya kurang mengerti. Namun hal ini menganggu pikiran masyarakat sekitar, khususnya yang tinggal di Jabodetabek. Ah, infrastruktur di pusat ibu kota saja masih kacau, bagaimana mau membangun infrastruktur di daerah-daerah terpencil? Sementara menurut kesaksian beberapa orang, pembangunan dan perbaikan infrastruktur akan berlangsung cepat jika ada kepentingan-kepentingan tertentu, semisal perbaikan jalan rusak di suatu daerah berlangsung cepat ketika ada pejabat yang akan berkunjung. Saya hanya bertanya-tanya apakah budget untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur memang sedikit sehingga tidak bisa dilakukan dengan cepat? Atau hanya dilakukan untuk kepentingan tertentu (baca: pejabat)? Oh, saya harap bangsa Indonesia memiliki infrastruktur (dan orang-orang di balik layarnya) yang semakin baik. Amin.

Hak Pejalan Kaki Yang Terkikis

Suatu sore di Ciputat saya berdiri di trotoar sambil memperhatikan jalan-jalan yang tak pernah berhenti macet. Volume kendaraan dan manusia seolah-olah tak ada habisnya di kota perbatasan Banten dan Jakarta Selatan itu. Tiba-tiba saya mendengar suara klakson berbunyi nyaring berulang kali. Saya mencari asal suara klakson yang mungkin saja berasal dari seliweran kendaraan yang ada di jalan raya. Tapi ternyata saya tidak menemukan sama sekali ada kendaraan yang sedang membunyikan klakson. Ternyata ketika saya menoleh ke sisi kiri trotoar ada sebuah motor yang pengendaranya sedang membunyikan klakson berkali-kali ke arah saya. Ya posisi berdiri saya memang menghalangi motor tersebut. Tapi sebenarnya siapa yang salah, siapa yang seharusnya ditilang, saya yang posisinya sudah benar di trotoar atau motor tersebut yang menyerobot hak saya sebagai pejalan kaki? Ah, seenaknya deh!

Sebagai pedestrian (pejalan kaki) sejati, saya melihat semakin hari hak-haknya semakin terkikis. Ketika ingin menyeberang di jalan raya yang tidak ada jembatan penyebrangan, pejalan kaki acap kali sulit menyebrang karena sering kendaraan menyalakan lampu tanda tidak ingin memberi kesempatan dan langsung tancap gas. Yang lebih parah, trotoar yang memang diperuntukkan bagi para pejalan kaki malah sering disalahgunakan. Menjadi warung makan misalnya, atau malah jadi jalan tambahan bagi bikers yang merasa kekurangan lahan jalanan. Baca lebih lanjut