Panen Brokoli

P13-06-10_07-12 Libur pekanan di Lembang, Bandung (12-13/6) membawa kesan tersendiri bagi saya. Meski sebenarnya tujuan utama di awal adalah Rapat Kerja (RAKER), namun tidak mengurangi esensi liburan. Hawa yang dingin dan udara yang bersih membuat otak saya kembali menghijau dengan ide-ide segar yang mulai membuncah. Paru-paru saya seakan ikut bergejolak merayakan kesegaran ini. Dengan rakus saya berusaha menghirup udara sebanyak-banyaknya sebelum kembali ke kota penuh racun polusi. Huff, saya benar-benar ingin tinggal di desa, kalau perlu hutan sekalian.

Di pagi hari (13/6) setelah bergadang semalaman karena RAKER dan nonton bola, akhirnya saya masih bisa sholat shubuh agak tepat waktu (lewat dikit) dan berjalan-jalan mengelilingi komplek Vila Istana Bunga, Lembang tempat kami menginap. Saya dan teman saya, menemukan sebuah kebun brokoli yang sedang dipanen. Tanpa sadar kami mendekati kebun itu dan sibuk berbisik-bisik sambil melihat dua orang pekerja kebun yang sedang memanen brokoli-brokoli hijau itu. Ketika sedang asyik berbisik itu, salah seorang pekerja bertanya kepada kami,

  • P: Kenapa, Teh?P13-06-10_07-22
  • D: Ini Pak, saya mau tahu bagaimana mengetahui brokoli yang sudah panen atau belum.

Kemudian percakapan berlangsung agak lama mengenai brokoli. Mulai dari kapan harus memanen, berapa harga di pasaran, sampai penjelasan tentang sensitif-nya brokoli dan penanaman silang setelah brokoli selesai panen. Saya merasa sangat beruntung dengan terjadinya percakapan itu, karena bisa mendapat pengetahuan tentang brokoli meski hanya sekilas. Sayangnya saya lebih sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan bodoh yang sebenarnya saya sendiri pun sudah tahu jawabannya. Maklumlah, begini nih kalau sedang kehabisan topik. Atau memang saya-nya yang sering linglung. Ah, sudahlah. Yang jelas pertanyaan-pertanyaan bodoh saya tidak melunturkan niat baik pekerja tersebut memberi sebongkol (sebuah) brokoli hasil panen pada saya. Saya betul-betul berterima kasih meski akhirnya brokoli tersebut saya berikan kepada senior yang menurut saya lebih membutuhkan (Coz anaknya yang masih balita suka banget brokoli. 😉).

Mungkin begini saja akhir cerita pengalaman saya melihat panen brokoli. Semoga suatu saat saya bisa memiliki kebun, sawah, ladang dan tambak sendiri. Agar bisa merasakan betapa sulitnya menanam dan merawat tanaman dan ternak secara langsung. 🙂

P.S. Nantikan tulisan berikutknya tentang saya dan si cantik Clardia.

31 thoughts on “Panen Brokoli

  1. Wah, saya pengennya ke tempat tinggi gitu menghirup udara segar. Udah lama gak ke tempat dengan udara segar.. Kapan ya bisa lagi, dulu masih sama temen2 kuliah masih sering ada kesempatan gitu.

    Brokoli.. hmm.. boleh juga tuh. Enak kalo dibuat salad. Sop juga boleh.

  2. Wah menyenangkan ya Dhil bisa menghirup udara segar dan sehat, sam aku juga punya impian suatu saat bisa punya sawah, ladang, dan ternak dan hidup di desa hehehe *muluk bener yah mimpinya…tak apalah namanya juga mimpi, ya harus muluk dunk ya gak:D

  3. dhilaaaa……….. apa kabar ?
    kangeeenn…………. (*hugz erat *)
    kalau nanti Dhila sudah punya kebun dan ladang yg luas,
    bunda boleh ikutan panen juga khan ? 😀
    salam

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s