Jilbab dan Rambut

Suatu ketika di bulan Ramadhan 1430 H kemarin, saya mendapat undangan buka bersama dari kantor di restoran Sushi Tei Plaza Indonesia. Seperti yang kita tahu, sushi merupakan salah satu makanan Jepang yang terkenal. Tapi sayang, bukannya norak atau apa, tapi saya memang kurang suka makan-makanan Jepang apalagi yang raw atau mentah. Restoran cepat saji Jepang yang saya suka di Indonesia ini hanya Hoka Hoka Bento, hihi. Soalnya masakannya well done atau matang 100%.

Lanjut ke suasana buka puasa di Sushi Tei. Disana yang hadir tak banyak, hanya sekitar 10-13 orang sepertinya. Dan hampir semua orang penting, kecuali saya yang cuma volunteer. Dan satu-satunya yang memakai jilbab pun hanya saya sendiri disana. Hehe, biasanya di kantor juga begitu, hanya saya yang memakai jilbab. Sebuah kebanggaan buat saya. Buka puasa pun berlanjut. Kebanyakan dari kami memesan makanan yang semuanya matang, meski ketika dimakan tetap saja rasanya aneh. Mungkin ini karena saya memang tidak biasa makan masakan Jepang. Dan ketika saya makan atau ngobrol dengan teman-teman volunteer lainnya (ada dua teman volunteer yang duduk dekat dengan saya ketika itu, yakni seorang Indonesia dan seorang Amerika), berulang kali jilbab saya tampak berantakan dengan rambut sedikit terlihat jatuh ke bagian dahi. Dan berkali-kali pula mereka memberitahu saya soal hal ini. sungguh mengharukan, apalagi dua orang teman saya itu tidak mengenakan jilbab. Lebih-lebih saya merasa malu ketika teman volunteer saya yang orang Amerika itu menegur saya, “Dila, YOUR HAIR!” katanya begitu dan berulang kali. Saya tersenyum berterima kasih. Sungguh toleransi yang besar dari dirinya.

Teman volunteer Amerika saya itu sesungguhnya merupakan sophomore (sebutan untuk mahasiswa tingkat dua) di University of Hawaii at Manoa. Hanya saja ia berada di Jakarta untuk Summer Internship-nya sejak Juni kemarin sampai September ini. dan sekarang ia sudah berada di kampung halamannya di Honolulu, Hawaii. Tapi rencananya ia akan kembali lagi ke Jakarta bulan depan. Ya, maklumlah, ayahnya adalah seorang pejabat di Kedutaan USA di Jakarta. Jadi ia bisa kembali kapan saja ia mau selama ayahnya masih bertugas disini.

Baik, soal rambut dan Jilbab. Ummat Muslim pasti telah mengetahui dengan pasti bahwa jilbab atau hijab merupakan sebuah kewajiban bagi setiap perempuan yang sudah baligh atau dewasa. Banyak hal yang berkaitan dengan ini dalam Alquran. Salah satunya ialah QS. Al-Ahzab: 59,

“ Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin:Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan, Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Begitulah, sebuah kewajiban. Rules are rules. Peraturan harus dijalankan. Jangan disimpang-simpang. Jangan dialihkan sehingga menimbulkan keraguan. Jadi bagi para muslimah, mari tegakkan peraturan itu dalam diri kita. Menutup aurat ialah sebuah kewajiban yang sangat beralasan. betulkan? coba renungkan. 🙂