SAYA GOLPUT dan SAYA TIDAK BERDOSA

pc0100101

Pesta demokrasi mulai lagi di negeri ini. Ah, tak terasa sudah hampir 5 tahun. Padahal baru kemarin rasanya para mahasiswa demo menagih janji 100 hari SBY-JK. Baru kemarin rasanya saya merasakan kehidupan baru berkuliah di PTN *ya, usia pemerintahan SBY-JK memang sama dengan usia perkuliahan para mahasiswa angkatan 2004*. Baru kemarin-dan baru kemarin. Hidup memang tidak mengenal “baru kemarin”.

Hangatnya PEMILU tahun 2009 pun telah terasa jauh-jauh hari. Seperti halnya pemilu di USA. Desas-desus Obama akan jadi presiden USA pun telah ada sejak tahu 2007 *wah berarti desas-desus saya jadi presiden boleh diisukan dari sekarang donk… kidding*. Lalu ada survey yang mengatakan bahwa tingkat pemilih untuk pemilu saat ini sangat rendah dan menurun. Mungkin masyarakat semakin tidak percaya dengan elite politik dan pemerintah yang dianggap tidak bisa memenuhi kesejahteraan mereka. Sehingga animo untuk memilih pun semakin hilang *kampanye dan hadiah dari partai bolehlah, tapi milih, suka-suka donk*, begitu kira-kira.

Maka dari itu, untuk mengantisipasi penurunan hasrat untuk ikut pemilu di masyarakat, KPU gencar sekali mengkampanyekan pentingnya PEMILU, sampai-sampai grup band COKELAT buat lagu yang berjudul “5 Menit untuk 5 Tahun”. Bahkan tidak hanya sampai disitu MUI pun turut serta ikut andil dalam meningkatkan hasrat masyarakat untuk ikut pemilu tahun ini, sehingga ditelurkanlah fatwa bahwa GOLPUT = HARAM!! Wuih, saya cukup kaget dengan pemberitaan ini. Golput haram? Jadi selama ini saya… berdosa?

Kebetulan ketika itu saya sempat menonton ‘Apa Kabar Indonesia Malam’ di TVOne yang ketika itu membahas tema GOLPUT HARAM bersama narasumber Ali Mustofa Yaqub, ketua Fatwa MUI yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal yang juga Pemilik Pesantren Ilmu Luhur Hadis (Hadith Science) Darus Sunnah *jadi inget gagal masuk pesantren ini pas kuliah. Soalnya tesnya pake bahasa Arab semua sih? Mana daku mengerti* dan juga Bima Arya Sugioanto, pengamat politik muda. Ketika pak Ali ditanya oleh Bima Arya soal “bagaimana dengan pemilih yang golput karena bermasalah dalam hal administrasi, tidak terdaftar misalnya?”. Pak Ali menjawab “Oh kalo itu tidak mengapa, ini kan haram untuk pemilih yang sudah terdaftar namun tidak mau memilih!”. Dan seketika itu saya pun langsung bernafas legaaaaa…. phuih. Saya tidak dosa kan jadinya pak?

Saya ini memang belum pernah memilih dalam ajang pemilu tingkat nasional *payah nih, padahal kalo di tingkat kampus selalu aktif bahkan jadi yang dipilih*. Saya bahkan merupakan PEMILIH AWAM untuk pemilu nasional. Kenapa awam, karena saya sudah tidak pantas disebut sebagai PEMILIH PEMULA lagi *kalo pemilih pemula mah khusus buat yang baru berusia 17 tahun atau lebih dikit deh dan langsung terdaftar sebagai peserta pemilu*

 

Ya begitulah nasib saya. Terlahir dari keluarga yang ternyata sebagian besar “GOLPUT” akhirnya harus ikut golput juga. Padahal jika saya terdaftar, saya bisa menyumbangkan suara untuk dua DAPIL sekaligus. Ya, kepemilikan saya atas dua Kartu Tanda Penduduk (Jakarta & Bekasi) harusnya bisa membuat salah satu partai tertambah pointnya. Tapi ternyata tidak. Ah, beginilah nasib “istimewa” pemilik dua kewargakotaan ini. Sehingga bisa ditotal bahwa hingga kini saya telah kehilangan kesempatan 4 kali hak bersuara. Pertama, ketika PEMILU Nasional pertama kali berlangsung tahun 2004 *waktu itu sebenernya sih belum genap usia memilih, jadi wajar ga dapet kartu*. Kedua, ketika PILKADA GUBERNUR DKI Jakarta *udah ga terdaftar, lagi KKS pula di Garut. Sehingga harus jauh dari ibukota*. Ketiga, ketika PILKADA WALIKOTA BEKASI *yang ini bokap lupa daftarin. Ternyata beliau masih nganggap saya dan adik belum cukup umur untuk memilih. Haha lupa dia*. Keempat, ketika PILKADA GUBERNUR JAWA BARAT *ternyata masih belum terdata juga nama saya di data voter. Tapi gapapa, HADE udah menanglah. Tinggal liat aja, janji mereka terbukti ga?*

 

Lalu bagaimana dengan kini? Oh, saya tidak tau pasti bagaimana *meski sebenarnya perasaan APATIS makin tumbuh*. Jika terdaftar, ya pasti saya milih. Jika tidak, ya ndak apa-apa. Yang jelas saya ndak terlalu minat dengan pemilu ini. Jadi teringat dengan pertanyaan seorang teman, “Dila nanti milih apa? Pe-Ka-eS yah?”. Saya jawab, “waduh, ga tau” dengan nada sok ekslusif. Teman saya bilang lagi, “gapapa, bilang aja.” Saya Cuma nyengir sambil berkata dalam hati, “TAU GA SIH, GUE TUH GOLPUT. Hehe.”

 

Teman-teman, saya hanya selalu teringat dengan pesan bapak saya yang amat NETRAL *padahal pernah ditawari jadi dewan syuro salah satu partai berlambang bulan sabit kembar, padahal pernah diundang partai Islam ini-itu*,“halah, mau jadi apa sih negeri ini kalo calegnya aja begini. Sekarang tuh yang dibutuhkan orang yang BERANI. Aktif atau lincah atau pinter tapi ga BERANI buat apah?!” begitulah saya yang golput dan keluarga saya yang netral *see MENERTAWAKAN PEMILU 2009*.

 

Pesan saya, jangan terlalu men-cap orang yang golput dengan pandangan marjinal atau apapun. Barang kali mereka punya alasan tertentu yang memberatkannya. Bersikaplah terbuka.

7 thoughts on “SAYA GOLPUT dan SAYA TIDAK BERDOSA

  1. daripada kut di tegangan golput atau tidak golput yang bakal kelar sampe pemilu usai doang, aku lebih milih pendidikan politik buat warga lokal yang bisa dilakuin sampe kapanpun..

  2. Aslm…
    wah kadang klo mlihat perjalanan hidupnya bnyk cobaan.. sayang klo kita diberi hak tuk memilih tdk dmanfaatkan. qita memilih tuk masa depan da berikan yg terbaik… coab klo smua putih pa kata obama… (he,,,He,) mirip ky fraksi oposisi sj.. suara itu hakikatnya hidup tidak mati…

  3. assalamualaikum
    ya…Allah, kapan bangsaku dipimpin oleh orang2 yang soleh. ya… orang yang hanya takut pada Mu. tidakkah ada orang yang soleh yang pantas tuk memimpin di negeriku ini. suatu negri yang mayoritas penduduknya adalah muslim.

    memilih adalah suatu pilihan, tidak memilih pun (golput) adalah suatu pilihan. semuanya akan di pertanggungjawabkan. Allah maha tahu apa yang ada didalam dada ini.

Tinggalkan Balasan ke Dwi Setiyadi Batalkan balasan